Senin, 14 Desember 2015

MENGELOLA PERCETAKAN KECIL





Ini pengalaman pribadi. Di  kop surat dan stempel  tertulis PERCETAKAN DAN PENERBITAN. Mantab. Pasti anda membayangkan sebuah gedung percetakan besar dengan banyak mesin  dan banyak karyawan. Itu salah besar. Tempatnya masih nyewa dan kecil lagi, hanya satu ruangan 3 x 4 m2. Tidak punya karyawan. Kalau ada yang membantu paling isteri dan anak-anak. Alat yang tersedia hanya satu unit komputer, satu set alat sablon dan meja finishing. Alat-alat itupun lebih banyak nganggur  daripada dipakai. Hampir semua cetakan dikerjakan memakai jasa ONGKOS CETAK. Orderannya juga baru satu dua dan kadang-kadang nggak ada sama sekali. Agar dapur tetap ngepul, maka selain ngerjain cetakan juga dagang ATK dan buku-buku bacaan. Di samping itu juga mencetak dan menerbitkan buku tulisan sendiri. Baru dua judul yang beredar. 


Banyak orang memilih wiraswasta daripada jadi pegawai. Bukan karena tidak mau menjadi pegawai, melainkan karena betapa sulinya mencari pekerjaan. Bagi yang bermodal gede, memang lebih nyaman menjadi pengusaha, bebas tidak diperintah-perintah orang. Bagi yang nggak punya modal kalau memilih wiraswasta umumnya karena terpaksa. Dengan modal mepet sering terasa berat, khususnya kalau lagi sepi order. Jadi serba salah. Mau mencari kerja – susah. Wiraswasta juga terseok-seok. Meskipun begitu ya masih mending daripada nganggur, tidak dapat masukan sama sekali. Itulah beratnya derita orang nggak punya. 

Umumnya pengusaha kecil, seperti saya semua hal dilakukan sendiri. Ya sebagai direktur. Ya sebagai sekretaris. Ya sebagai operator. Ya sebagai marketing. Ya sebagai kurir. Ya sebagai tukang tagih. Ini juga karena terpaksa, belum mampu menggaji karyawan. Orangpun pikir-pikir kalau disuruh kerja di percetakan seperti punya saya. Mereka pikir apa orang seperti saya punya duit buat menggaji. Kalau ada yang membantu, biasanya anggota keluargalah yang bekerja - tidak harus digaji.

Meskipun yang bekerja hanya keluarga sendiri, tetapi tetap perlu manajemen atau pengelolaan secara sistematis, tidak asal-asalan. Setiap usaha komersiel pasti tujuannya mencari untung. Suatu usaha baik besar maupun kecil kalau tidak dikelola dengan baik,  bukannya untung tetapi buntung. Kebiasaan menjalankan usaha secara tradisional, asal jalan adalah seperti orang  berjalan di tengah gelapnya malam tanpa ada sedikitpun cahaya yang menerangi. Pasti jalannya terseok-seok, sering jatuh bangun, nabrak sana nabrak sini, tak tentu arah, bisa salah arah makin jauh dari tujuan. Makanya usaha yang dijalankan secara demikian lebih sering buntung daripada untung.

Secara garis besar kegiatan managemen terdiri dari tiga hal, yaitu : Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan. Untuk mencapai keuntungan maksimal, maka setiap usaha harus ada rencana usaha, baik jangka pendek, jangka sedang dan jangka panjang. Setelah perencanaannya jelas langkah-langkahnya, maka sekaranglah saatnya melaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaannya perlu adanya pengawasan. Dari pengawasan berbuah adanya evaluasi. Evaluasi terhadap apa yang telah dilaksanakan sudah sesuai dengan perencanaan atau belum. Kalau belum, apa penyebabnya dan bagaimana solusinya agar ke depan tidak terulang lagi.

Apa yang harus direncanakan? Apa yang harus dilaksanakan? Apa yang harus diawasi dan dievaluasi? Yang harus masuk dalam perencanaan adalah baik mengenai Organisasi, administrasi, pembukuan, keuangan maupun pemasaran. Apa yang sudah direncanakan harus dilaksanakan baik mengenai tata organisasi dalam pembagian kerja antar semua orang yang terlibat dalam usaha kita, maupun tata administrasi, tata pembukuan, tata keuangan dan tata pemasaran. Semua harus direncanakan, dilaksanakan dan diawasi secara sistematis, efektif dan efisien, Sistematis berarti terencana secara tahap demi tahap. Efektif berarti tepat guna dalam setiap tahapannya. Efisien berarti berhasil guna, tidak membuang-buang waktu, tenaga dan beaya secara percuma.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar